Objek pajak

Objek Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Non Final

Yang menjadi objek pajak penghasilan Non Final bagi wajib pajak Orang Pribadi dalam pengisian spt tahunan adalah sebagai berikut :

  1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang No.36 Tahun 2008 tentang PPh
  2.  Hadiah  penghargaan.
  3. Untuk perusahaan dagang adalah penjualan bruto dan komisi penjualan.
  4. Untuk perusahaan industri adalah penjualan bruto dan penjualan by product (barang sisa dalam proses produksi).
  5. Untuk perusahaan jasa angkutan adalah pendapatan bruto atau setoran sopir.
  6. Untuk perusahaan jasa (hotel dll) penghasilan bruto jasa.
  7. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta .
  8. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
  9.  Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  10. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
  11. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan
  12. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
  13. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
  14. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
  15. Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil (kecuali tanah dan bangunan final).
  16. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  17. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.
  18. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
  19. Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
  20. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,misalnya “alimentasi” atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.
  21. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
  22. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
  23. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan .
  24. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
  25.  Pendapatan Klaim Asuransi  (kebakaran, Kehilangan dan lain-lain)
  26. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

http://www.wibowopajak.com/2012/03/objek-pajak-penghasilan-pph-wajib-pajak.html

jenis wpop

Jenis Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan Penghasilan Yang Diterima

Berdasarkan penghasilan yang diterima oleh orang pribadi, maka wajib pajak orang pribadi dapat dibagi menjadi :

  1. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari pekerjaan

Contoh : Pegawai swasta, Pegawai BUMN dan PNS.

  1. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari Usaha.

Contoh : Pengusaha toko emas, Pengusaha Industri Mie Kering

  1. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari Pekerjaan bebas.

Contoh : Dokter, Notaris, Akuntan, Konsultan

  1. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan lain yang tidak bersifat final (sehubungan dengan pemodalan).

Contoh : Bunga pinjaman, royalti, sewa (yang bukan usaha pokoknya)

  1. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan yang bersifat final.

Contoh : Bunga deposito, hadiah undian.

  1.  Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan yang bukan objek pajak.

Contoh : bantuan, sumbangan

  1. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari luar negeri.

Contoh : bunga, royalti dari luar negeri (PPh Pasal 24)

  1. Wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan dari berbagai sumber.

Contoh : Pegawai swasta tetapi juga mempunyai usaha rumah makan, PNS tetapi membuka praktek dokter.

http://www.wibowopajak.com/2012/03/jenis-wajib-pajak-orang-pribadi.html

PTKP

Pengertian Dan Besarnya PTKP  (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Tahun 2013, 2012 dan 2011 Untuk Perhitungan PPh Pasal 21 Dan PPh Orang Pribadi
Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak dalam perhitungan PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi perlu diketahui berapa besarnya PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).
Besarnya Penghasilan Kena Pajak setiap tahun dapat saja mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ekonomi di Indonesia.
Berdasarkan kondisi ekonomi di Indonesia tersebut, maka pemerintah akan menentukan berapa besarnya PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) pada tahun tersebut.
Sehingga besarnya PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) untuk Tahun Pajak 2011 dan 2012 dengan 2013, serta Tahun 2014 dan Seterusnya mengalami perubahan yaitu sebagai berikut :

  • Besarnya PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Tahun 2014 dan seterusnya silahkanKLIK DISINI
  • Besarnya PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) Tahun 2013 yaitu :
  1. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  2. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
  3. Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan  Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008;
  4. Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

http://www.wibowopajak.com/2012/02/ptkp-penghasilan-tidak-kena-pajak-tahun.html

ptkp untuk tahun 2009

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tahun 2009 – UU 36/2008

PTKP yang mulai berlaku tahun 2009 untuk perhitungan pajak penghasilan Wajib Pajak pribadi.

  • Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
  • Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
  • Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
  • Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
    (tiga) orang untuk setiap keluarga.

http://www.pajak.net/blog/68/penghasilan-tidak-kena-pajak-ptkp-tahun-2009-uu-362008/

https://pajakindonesia.wordpress.com/2010/02/17/ptkp-per-1-januari-2009/

kewajiban subjek pajak

Kewajiban subjektif merupakan kapan seseorang atau badan dapat disebut sebagai subjek Pajak Penghasilan ((PPh). Sesuai dengan definisi UU PPh 1984, PPh merupakan pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dengan kata lain, seseorang atau badan akan dikenakan PPh jika telah memenuhi syarat subjektif (kriteria subjek pajaknya) dan syarat objektif (kriteria objek pajaknya). Kapan seseorang atau badan dapat disebut sebagai subjek pajak adalah ketika dia telah memenuhi syarat subjektif sebagaimana telah diatur dalam pasal 2 dan pasal 2A UU PPh 1984. Saya telah membahas tentang siapa saja yang dapat menjadi subjek PPh sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU PPh 1984. Untuk menentukan kapan subjek pajak itu memiliki kewajiban subjektif diatur lebih lanjut di dalam pasal 2A UU PPh 1984.

Untuk orang pribadi yang merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri, kewajiban subjektifnya dimulai pada saat dia dilahirkan, berada atau mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat dia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Dengan demikian, seorang bayi yang dilahirkan di Indonesia, secara Undang-Undang telah memenuhi kewajiban subjektif. Namun karena belum memiliki penghasilan belum memiliki kewajiban objektif sehingga belum dapat ditetapkan sebagai wajib pajak. Salah satu hal yang menarik dari penentuan kewajiban subjektif bagi orang pribadi tersebut, adalah adanya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Seseorang yang memiliki niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, walaupun itu seorang Warga Negara Asing (WNA), maka pada saat itu juga dia telah memiliki kewajiban subjektif PPh. Lho, emangnya niat bisa dilihat ya 😛 ? Ya ga mungkinlah kita bisa melihat niat seseorang, niat itu kan ada di dalam pikiran dan hati. Kalau dalam ilmu psikologi, dalam Theory of Planned Behavior, seorang yang memiliki niat yang kuat, akan mewujudkan niatnya menjadi suatu perilaku. Oleh karena itu, niat seseorang untuk tinggal di Indonesia dapat dilihat dari perbuatan yang dilakukannya. Contohnya, seorang WNA yang melakukan kontrak kerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan di Indonesia selama lebih dari 183 hari. Atau seorang WNA yang menikah dengan orang Indonesia kemudian membeli properti di Indonesia untuk ditempati. Perbuatan yang diwujudkan oleh WNA tersebut dapat menjadi indikator adanya niatnya untuk bertempat tinggal di Indonesia.

Sedangkan untuk Badan sebagai subjek pajak dalam negeri, kewajiban subjektifnya dimulai pada saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, dan akan berakhir pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak berdomisili lagi di Indonesia. Ketika suatu badan didirikan di Indonesia, pada saat itu juga telah muncul kewajiban subjektif PPh-nya. Begitupun, ketika suatu badan berdomisili di Indonesia, ketika itu juga badan tersebut telah memiliki kewajiban subjektif. Untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), kewajiban subjektifnya timbul sejak BUT tersebut didirikan dan menjalankan kegiatan di Indonesia, dan berakhir sejak BUT tersebut dibubarkan atau tidak menjalankan kegiatan lagi di Indonesia.

Untuk subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, kewajiban subjektifnya dimulai ketika menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir sampai dengan orang pribadi atau badan tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia. Dengan kata lain, untuk subjek pajak luar negeri, penentuan saat dimulainya kewajiban subjektif adalah pada saat timbulnya hubungan ekonomis subjek pajak luar negeri dengan Indonesia, di mana hubungan ekonomis ini dilihat dari perolehan atau penerimaan penghasilan dari sumber penghasilan di Indonesia.

https://bulbul1415.wordpress.com/tag/kewajiban-subjektif/

Kapan Mulai Timbul Kewajiban Pajak Penghasilan?

apan Mulai Timbul Kewajiban Pajak Penghasilan?

Pajak penghasilan adalah pajak subjektif sehingga orang pribadi atau badan hukum pemenuhan syarat wajib dilihat sudut pandang subjeknya. Demikian menurut pasal 1 UU 10 tahun 1994, “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau  diperolehnya dalam tahun pajak”.

Kapan kewajiban subjektif dimulai?

Menurut pasal 2A UU 10 tahun 1994 tentang PPh, kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Sedangkan kewajiban pajak subyektif badan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

Bagaimana jika subjek pajaknya orang pribadi dan belum dewasa dan namun ada objek pajak penghasilan atas dirinya?

Apabila subjek pajak yang menerima penghasilan adalah orang pribadi yang belum dewasa atau anak, maka kewajiban pajak dilakukan oleh penanggung pajak. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Meskipun seorang anak sudah memenuhi syarat subjektif tetapi belum memenuhi syarat untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai Wajib Pajak (WP), tetapi kewajiban perpajakannya dilaksanakan oleh penanggung pajak atau pengampu.

Kapan mulai wajib melaksanakan kewajiban sendiri?

Setelah seseorang ketika menginjak masa dewasa dapat melaksanakan kewajiban sendiri dengan cara mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Syarat mendapatkan NPWP adalah Kartu Identitas diri, yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Identitas lainnya yang mengacu pada kepemilikan KTP, misalkan Surat Ijin Mengemudi atau Paspor. Kartu Identitas seorang anak menjadi anggota perkumpulan permainan, misalkan kartu keanggotaan TimeZone  tidak berlaku untuk pendaftaran NPWP.

Sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif seseorang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Namun, pada penjelasan Pasal 2 (2) UU 36 tahun 2008 disebutkan, “Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP”. Syukur-syukur seorang yang penghasilannya di bawah PTKP juga mau mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dalam rangka belajar pajak.

Dari jumlah penduduk Indonesia +-237 juta jiwa dan jutaan usaha badan hukum/badan usaha yang mempunyai NPWP hanya +-22 juta. Dari +-22 juta WP yang lapor SPT tahunan +-60% dan sebagian besar laporan pajaknya nihil (karena pajak telah dipotong atau penghasilan di bawah PTKP). Sedangkan +-40% WP yang tidak lapor ada dua kemungkinan, keterangan pertama penghasilan di bawah PTKP tidak diwajibkan lapor pajak, dan kedua penghasilan di atas PTKP tetapi mengelak bayar dan lapor pajak.

Survei Nielsen secara online mencatat, ada sekitar 29 juta warga kelas menengah premium di Indonesia dengan pendapatan per kapita sekitar 3.000 dollar AS (sekitar Rp 27 juta) per tahun (Kompas, 19/12/2011). Dari perspektif kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP masih banyak peluang ditingkatkan hingga lebih dari 29 juta WP. Meskipun ancaman UU akan dikenakan sanksi pidana bagi yang tidak mendaftarkan diri tapi faktanya tak gentar juga.

Apa yang menjadi objek pajak penghasilan?

Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP. Setiap tambahan kemampuan ekonomis, dalam nama dan bentuk apapun merupakan objek pajak penghasilan.

Bagaimana jika penghasilan di atas PTKP tetapi belum punya NPWP?

Menurut pasal 39 (1) UU 28 tahun 2007 apabila tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP akan diberikan sanksi pidana penjara. Tetapi pasal ini belum ditegakkan kepada yang tidak mendaftarkan diri. Salah satu sanksi yang berlaku jika seorang pegawai yang digaji oleh pemberi kerja belum punya NPWP, tarif pajaknya dikenakan 20% lebih tinggi.

Apa kewajiban pajak timbul sejak tanggal terdaftar NPWP?

NPWP hanya sarana administrasi untuk membayar dan melapor pajak, tidak terkait langsung dengan status kewajiban pajak. Kewajiban pajak melekat pada syarat status subjek dan objek. Meskipun NPWP terdaftar sejak 30 Mei 2012 apabila kewajiban subjektif dan objektif telah pada masa sebelumnya maka pajak dapat ditagih paling lama 5 (lima) tahun sebelumnya, sejak tanggal terdaftar, mengikuti masa daluarsa pajak. Dengan demikian apabila seseorang terlambat mendaftarkan diri maka akan dikenakan sanksi denda administrasi tambahan berupa kewajiban setor dan denda keterlambatan lapor pada masa-masa pajak sebelumnya hingga maksimum lima tahun sebelumnya. Sedangkan masa setelah daluarsa tidak dapat ditagih, kecuali melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

http://isnan-wijarno.com/2012/05/kapan-mulai-timbul-kewajiban-pajak-penghasilan/

fungsi dan jenis pajak

FUNGSI PAJAK

  1. Fungsi budgetair, yang disebut pula sebagai fungsi penerimaan dan sumber utama kasnegara. Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
  2. Fungsi reguler, yang disebut pula sebagai fungsi mengatur / alat pengatur kegiatan ekonomi. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah.
  3. Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang telah terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan dalam segala bidang.
  4. Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pemakaian pajak untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata ke seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya bersama.  

JENIS PAJAK

  1. Jenis pajak menurut sifatnya :
    1. Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak penghasilan.
    2. Pajak tak langsung adalah  pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh : Pajak pertambahan nilai.

Pembagian pajak menurut sifatnya dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip :

    1. pajak subyektif adalah pajak yang berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPh.
    2. Pajak obyektif adalah pajak yang berdasarkan pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN dan PPnBM.
  1. Jenis pajak menurut pemungutannya :
    1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan bea materai.
    2. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak reklame, pajak hiburan, dan lain-lain.
  2. Jenis pajak menurut Subyek pajaknya :
    1. Pajak perseorangan.
    2. Pajak badan.
  3. Jenis pajak menurut asalnya :
    1. Pajak dalam negeri adalah pajak yang diperoleh dari seluruh warga negara Indonesia yang menetap di Indonesia.
    2. Pajak luar negeri adalah pajak yang diperoleh dari orang-orang asing yang berpenghasilan di Indonesia.
  4. Jenis pajak menurut obyek pajaknya :
    1. Obyek pajak keadaan. Contoh : PPh dan PBB.
    2. Obyek pajak kejadian. Contoh : bea keluar dan bea masuk.
    3. Obyek pajak pemakaian. Contoh : bea cukai dan materai.
    4. Obyek pajak perbuatan. Contoh : PPN dan BBN.

http://mengerjakantugas.blogspot.com/2010/03/fungsi-dan-jenis-pajak.html

kpk vs polri

Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) mengirimkan pernyataan terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri, Jumat (23/1). Pernyataan KMS yang dikirim Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut mendesak Presiden Jokowi untuk turun tangan. Mereka mendesak Jokowi harus tanggung jawab. Berikut isi surat tersebut.

Hari ini, Jumat, 23 Januari 2015 Bareskrim Mabes Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Proses penangkapan ini dinilai sebagai upaya perlawanan balik Polri karena sebelumnya KPK telah menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi.

Dalam hal ini perlawanan Polri terhadap KPK adalah upaya menghalang-halangi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Dengan ditangkapnya Wakil Ketua KPK proses penyelesaian perkara korupsi yang melibatkan Komjen Budi Gunawan akan terhambat. Lebih jauh lagi upaya kriminalisasi ini adalah upaya pelemahan terhadap KPK.

Tindakan Polri yang menangkap Wakil Ketua KPK adalah tindakan yang sangat tidak tepat. Karena momentumnya bertepatan dengan upaya pengusutan perkara korupsi yang melibatkan perwira tinggi Polri. Hal ini juga menandakan bahwa Institusi Polri tidak pro dengan pemberantasan korupsi. Publik juga akan menilai bahwa Polri malah melindungi dan membela kepentingan tersangka korupsi bukan membela pemberantasan korupsi.

Presiden Joko Widodo adalah pihak yang bertanggung jawab atas konflik ini. Pasalnya Presiden Joko Widodo terkesan mendiamkan konflik KPK – Kepolisian yang terus berkembang seiring penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Presiden harus mengambil sikap dan bertindak menyelamatkan KPK dari segala bentuk upaya perlawanan dan pelemahan terhadap KPK.

Publik akan mengingat dan mencatat sebagai sejarah kelam pemberantasan korupsi jika Presiden yang merupakan panglima terdepan dalam pemberantasan korupsi malah diam ketika kerja pemberantasan korupsi dilemahkan oleh Kepolisian yang berada dibawah lingkup kewenangan Presiden.

Presiden harus ingat kisah Cicak VS Buaya ditahun 2010. Dua pimpinan KPK dikriminalisasi oleh Kepolisian membuat kerja-kerja KPK menjadi lumpuh. Jika Presiden tidak sigap bertindak ancamaman KPK lumpuh berpeluang menjadi nyata. Jika hal tersebut terjadi Pemerintah akan dicap sebagai Pemerintahan yang tidak pro dengan pemberantasan korupsi. Bahkan dicap sebagai pemerintahan yang pro pelemahan KPK.

Karenanya Presiden harus bersikap dan bertindak mendukung KPK sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik atas konflik KPK – Kepolisian. Tak ada jalan lain selain Presiden turun tangan dan Stop upaya kriminalisasi KPK!

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/01/23/nim8xu-jokowi-bertanggung-jawab-atas-konflik-kpk-versus-polri

https://jemiesimatupang.wordpress.com/2009/11/12/asal-mula-konflik-cicak-vs-buaya/

http://sumeksminggu.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1091:kpk-polri-adu-kuat&catid=42:slideshow-depan

kebijakan pelarangan tarif tiket pesawat murah

Perubahan Peraturan Menteri (Permen) dari Nomor 51 jadi Permen Nomor 91 Tahun 2014 menjadi titik tolak pemerintah meniadakan tarif promo yang biasa digunakan maskapai untuk menarik calon penumpang.

“Tidak ada lagi tarif promo pesawat,” ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, JA Barata, Kamis (8/1/2015).

Barata menjelaskan, dengan kebijakan tarif batas bawah tiket pesawat, maka secara otomatis menghapus tarif promo dan sudah tidak diberlakukan lagi di dalam industri penerbangan.

Barata menambahkan bahwa dalam Undang-Undang tidak mengenal istilah pesawat Low Cost Carrier (LCC). Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menegaskan tidak pernah ada istilah LCC.

“Dari awal Menhub tak pernah mengatakan LCC, yang ada menetapkan tarif batas bawah 40 persen,” kata Barata.

Sebelumnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengaku akan menerapkan kembali kebijakan tarif batas bawah minimal 40 persen dari harga tiket terendah dalam aturan tarif batas atas. Jonan menilai, terlalu murahnya harga tiket yang dijual maskapai penerbangan telah mengorbankan inspeksi dan faktor keselamatan yang seharusnya dilakukan terhadap pesawat yang dioperasikan.

Kebijakan Menhub Ignasius Jonan menerapkan tarif batas bawah tiket termurah pesawat telah mengundang pro-kontra. Kolega Jonan di pemerintahan, mulai dari Wakil Presiden Jusuf Kalla sampai Sofyan Djalil menilai kebijakan tersebut sudah tepat.

Sementara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) khawatir kebijakan tersebut hanya akan menguntungkan maskapai yang melayani penerbangan full service sehingga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Kemudian Indonesia National Air Carriers Association (INACA) menolak pernyataan Jonan yang menilai maskapai penerbangan bisa menjual tiket murah karena mengorbankan aspek teknis keselamatan penerbangan.

menurut saya sangat disayangkan pelarangan ini bagi orang orang yang membutuhkan tiket murah seperti saya untuk tujuan traveling itu sungguh memberatkan dan untuk anak mahasiswa yang kuliah jauh dari orang tuanya jadi sulit untuk pulang kampung .

http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/01/08/tak-ada-lagi-tarif-promo-tiket-pesawat

efektifkah penutupan jalan protokol di jakarta untuk mengurangi kemacetan dan kecelakaan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana melarang sepeda motor melintas di jalan-jalan protokol di Ibu Kota. Salah satu alasan yang disebut sebagai dasar rencana itu adalah sepeda motor dinilai sebagai penyebab kesemrawutan lalu lintas di DKI. Pelarangan ini juga diharapkan bisa menekan angka kecelakaan lalu lintas. Sebagai “kompensasi”, disediakan bus tingkat gratis dan kantong-kantong parkir sekalipun tarifnya diserahkan kepada pengelola.

Tentunya bagi para pekerja yang bekerja di kawasan yang dilarang yang mengandalkan mobilisasinya dengan sepeda motor akan mengalami kesulitan. Selama ini dengan sepeda motor mereka bisa cepat sampai di kantor dari rumah yang mungkin ada di seputaran Jakarta. Mereka yang tetap ngotot bermotor harus menyimpan kendaraannya di kantong kantong parkir sebelum masuk area yang dilarang. Amat merepotkan.

Nah katanya diharapkan pemotor bisa switch menggunakan moda transportasi umum yang disediakan. Dan katanya pula akan disiapkan bus gratis di area area larangan bermotor.

Sebenarnya ada solusi yang efektif bagi pekerja dari sekitaran Jakarta untuk sampai di depan kantornya langsung tanpa nyambung angkot atau ngojek lagi. Solusi itu adalah APTB, angkutan perbatasan terintegrasi busway. Inilah solusi sebenarnya menswitch pemotor bahkan pemilik mobil untuk menggunakan moda transportasi umum. Bayangkan saja dengan rute dari pinggiran bisa langsung masuk ke tengah kota karena melalui jalur busway. Jadi jatuhnya lebih murah dan lebih nyaman.

Bagi yang tinggal di jakarta pun APTB ini solusi cepat dan nyaman. Mengingat kondisi busway sekarang ini yang sudah tidak nyaman lagi, dekil, kotor, sumpek, suka mogok, telat dan sering ada copetnya. So meski bayar lagi tidak apa apa asalkan nyaman dan cepat.

Tapi sayangnya Pemda DKI pun akan menghapus APTB ini dengan alasan yang tidak jelas. Lalu kembali pemotor dan pemilik mobil yang sadar akan kemacetan dihadapkan pada kebingungan. Terutama pemotor. Pemilil mobil mungkin tinggal kembali bawa mobil, meskipun dihantui horor kemacetan jakarta saban pagi dan petang. Lah pemotor? No solution..! Titip motor di parkiran luar dan bayar terus berebutan naik bus gratis kalau ada.. dan akhirnya sampai di kantor jam 9 alias telat.

Tentunya bagi para pekerja yang bekerja di kawasan yang dilarang yang mengandalkan mobilisasinya dengan sepeda motor akan mengalami kesulitan. Selama ini dengan sepeda motor mereka bisa cepat sampai di kantor dari rumah yang mungkin ada di seputaran Jakarta. Mereka yang tetap ngotot bermotor harus menyimpan kendaraannya di kantong kantong parkir sebelum masuk area yang dilarang. Amat merepotkan.

Nah katanya diharapkan pemotor bisa switch menggunakan moda transportasi umum yang disediakan. Dan katanya pula akan disiapkan bus gratis di area area larangan bermotor.

Sebenarnya ada solusi yang efektif bagi pekerja dari sekitaran Jakarta untuk sampai di depan kantornya langsung tanpa nyambung angkot atau ngojek lagi. Solusi itu adalah APTB, angkutan perbatasan terintegrasi busway. Inilah solusi sebenarnya menswitch pemotor bahkan pemilik mobil untuk menggunakan moda transportasi umum. Bayangkan saja dengan rute dari pinggiran bisa langsung masuk ke tengah kota karena melalui jalur busway. Jadi jatuhnya lebih murah dan lebih nyaman.

Bagi yang tinggal di jakarta pun APTB ini solusi cepat dan nyaman. Mengingat kondisi busway sekarang ini yang sudah tidak nyaman lagi, dekil, kotor, sumpek, suka mogok, telat dan sering ada copetnya. So meski bayar lagi tidak apa apa asalkan nyaman dan cepat.

Tapi sayangnya Pemda DKI pun akan menghapus APTB ini dengan alasan yang tidak jelas. Lalu kembali pemotor dan pemilik mobil yang sadar akan kemacetan dihadapkan pada kebingungan. Terutama pemotor. Pemilil mobil mungkin tinggal kembali bawa mobil, meskipun dihantui horor kemacetan jakarta saban pagi dan petang. Lah pemotor? No solution..! Titip motor di parkiran luar dan bayar terus berebutan naik bus gratis kalau ada.. dan akhirnya sampai di kantor jam 9 alias telat.

http://megapolitan.kompas.com/read/2015/02/15/16531951/Polemik.Larangan.Sepeda.Motor

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/14/12/17/ngpjm2-penutupan-jalan-protokol-masih-sosialisasi

https://dimensi2x2.wordpress.com/2015/01/10/larangan-motor-masuk-jalan-protokol-dki-dan-penutupan-aptb/